Memahami Filsafata Aksiologi (Nilai Kegunaan Ilmu)
Memahami Filsafata Aksiologi atau Nilai Kegunaan Ilmu merupakan awal dari pemanfaatan ilmu pengetahuan sesuai dengan kegunaannya yang baik. Jangan sampai ilmu pengetahuan salah digunakan.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dikenal sebagai makhluk berfikir. Hal inilah yang menjadikan manusia istimewa dibandingkan makhluk lainnya. Kemampuan berpikir atau daya nalar manusialah yang menyebabkannya mampu mengembangkan pengetahuan berfilsafatnya. Dia mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, yang indah dan yang jelek. Secara terus menerus manusia diberikan berbagai pilihan.
Selain diberikan akal, manusia juga diberikan hati untuk mengatur emosi. Pada saat kita tumbuh berkembang dari anak-anak sampai dewasa kita mencari tempat yang baik untuk diri kita maupun anak-anak kita. Baik pendidikan formal dari SD sampai tingkat lanjutan atas dan perguruan tinggi maupun pendidikan nonformal. Usaha untuk mendapatkan pendididkan yang baik inilah yang menjadi usaha untuk mendapatkan ilmu. Ilmu merupakan pengetahuan yang kita gumuli sejak bangku sekolah dasar sampai pendidikan lanjutan dan perguruan tinggi. Sehingga ilmu yang kita dapat setelah melalui tahapan pendidikan menjadi alat untuk memperbaharui hidup, mencapai suatu keinginan dan membawa ke tujuan hidup yaitu kebahagiaan.
Pada dasarnya ilmu yang kita pelajari bersifat netral, karena ilmu tidak mengenal sifat baik maupun buruk, tetapi tergantung pada orang yang memiliki ilmu tersebut. Bagaimana dia memanfaatkan ilmu yang telah didapatkannya dan bergunakah ilmu yang telah dipelajari untuk kehidupan sosialnya. Dalam hal ini ilmu yang berkaitan dengan kegunaannya akan di bahas dalam kajian filsafat yang ketiga yaitu aksiologi. Karena, pada hakikatnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kepentingan manusia sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan nilai atau etika, kodrat dan martabat manusia.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka kami tertarik untuk mengkaji beberapa persoalan dalam kajian akseologi yaitu:
- Apa yang dimaksud dengan aksiologi?
- Apa yang dimaksud dengan nilai etika dan terori estetika?
- Apa hubungan antara ilmu dan moral?
- Apa saja kegunaan aksiologi ilmu?
- Apa saja kateggori dasar akseologi?
- Apa itu Tanggung Jawab Ilmuan di Masyarakat?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
- Untuk memahami arti dan maksud dari aksiologi.
- Untuk memahami pengertian nilai etika dan teori estetika
- Untuk hubungan antara arti ilmu dan moral.
- Untuk mengetahui dan memahami kegunaan aksiologi ilmu.
- Untuk menyebutkan dan menjelaskan kategori dasar aksiologi.
- Untuk memahami tanggung jawab sosial keilmuwan.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Aksiologi
Menurut bahasa Yunani, aksiologi berasal dari kata axios artinya nilai dan logos artinya teori atau ilmu. Menurut Kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan aksiologi disamakan dengan value and valuation.
Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, Dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian.
Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya atau nilai dia.
Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai atau dinilai. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar.
Sedangkan logos yang berarti ilmu. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan.
Berikut ini beberapa definisi tentang aksiologi menurut para ahli :
- Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.
- Menurut Wibisono dalam Surajiyo (2009), aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.
- Scheleer dan Langeveld memberikan definisi tentang aksiologi sebagai berikut. Scheleer mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu teori dasar tentang tindakan tetapi lebih sering dikontraskan dengan deontology, yaitu suatu teori mengenai tindakan baik secara moral.
- Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama, yaitu etika dan estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan perilaku orang, sedangkan estetika adalah bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia dari sudut indah dan jelek.
- Kattsoff mendefinisikan aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.
Dari beberapa pendapat di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa, akseologi adalah nilai-nilai dasar dalam penerapan ilmu pengetahuan atau kegunaan ilmu pengetahuan yang didapatkan.
Menurut Bramel dalam Amsal (2009), Aksiologi terbagi tiga bagian yaitu:
- Moral Conduct, yaitu tindakan moral, Bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika.
- Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan keindahan.
- Socio-political life, yaitu kehidupan social politik, yang akan melahirkan filsafat social politik.
B. Nilai Etika dan Teori Estetika
Dari definisi-definisi mengenai aksiologi diatas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Pada dasarnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia. Dalam hal ini, ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan kelestarian atau manusia.
1. Nilai etika
Membicarakan pengertian etika tidak akan pernah terlepas dari sejarah kemunculannya yang dimulai dari periode klasik, akan tetapi berdasarkan naskah-naskah kuno yang ditemukan dan diterjemahkan ternyata karya-karya pemikiran Yunani klasik jauh lebih dulu ditulis. Itu diketahui berdasarkan konteks mata rantai sejarah ketika bangsa Arab menaklukan sebuah wilayah, bahasa asli Negara tersebut tidak dihilangkan perjalan sejarah tersebut sampai pada suatu kesimpulan bahwa etika berasal dari kata “ethos” (Yunani) yang berarti adat kebiasaan, dalam istilah lain para ahli dalam bidang etika menyebutkan dengan moral. Etika merupakan salah satu teori yang dibicarakan ketika membahas teori tentang nilai dan ilmu kesusilaan yang membahas perbuatan baik dan melakukan kebenaran. Sedangkan moral adalah bentuk pelaksanaannya dalam kehidupan. Perkembangan etika tidak lepas dari substansinya bahwa etika merupakan suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan dan tingkah laku manusia, mana yang dinili baik dan buruk. Istilah lain dari etika adalah moral, susila, budi pekerti atau akhlak. Etika dalam bahasa Arab disebut Akhlaq, merupakan jamak dari kata khuluq yang berarti adat kebiasaan, perangai, tabiat, watak, adab dan agama.
Adapun Al-Ghazali dalam kitabnya, Ihya ulum ad-Din menyebutkan “ suatu sifat yang tetap pada jiwa, yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak membutuhkan kepada pikiran”.
2. Teori estetika
Penilaian baik dan buruk kerap dikaitkan dengan tingkah laku dan moral atau tindakan manusia, sedangkan nilai indah dan tak indah cenderung diarahkan ke dalam segala hal yang berkaitan dengan seni. Estetika berusaha untuk menemukan nilai indah secara umum yang kemudian dalam perkembangannya bermunculan beberapa teori yang berkaitan dengan estetika.
Estetika berasal dari bahasa Yunani “aisthetika” pertama kali digunakan oleh filsuf Alexander Gotlieb Baumgarten pada 1735 yang diartikan sebagai ilmu tentang hal yang biasa diarasakan lewat perasaan.
Estetika adalah salah satu cabang filsafat yang berkaitan dengan seni. Secara sederhana diartikan estetika adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk dan bagaimana seseorang bisa merasakan estetika sebagai sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap sentiment dan rasa.
Menurut Plato, keindahan adalah realitas yang sebenarnya dan tidak pernah berubah-ubah. Bagi Plotinus keindahan itu merupakan pancaran akal ilahi. Bila yang hakikat (Ilahi), ia menyatakan dirinya atau memancarkan sinar atau dalam realitas penuh, maka itulah keindahan. Kant dalam studi ilmiah psikologi tentang estetika menyatakan, akal itu memiliki indera ketiga atas piker dan kemauan yaitu indera rasa yang memiliki kekhususan, kesenangan estetika.
C. Ilmu dan Moral
1. Pengertian
a. Pengertian ilmu
Kata ilmu dalam bahasa Arab “Ilm” yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan.
Istilah ilmu pengetahuan diambil dari kata bahasa Inggris science, yang berasal dari bahasa Latin scientia dari bentuk kata kerja scire yang berarti mempelajari , mengetahui. The Liang Gie (1987) memberikan pengertian ilmu adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia.
Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus dilaksanakan dengan metode tertentu, dan akhirnya aktivitas metodis itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis. Dari aktivitas ilmiah dengan metode ilmiah yang dilakukan oleh para ilmuwan dapatlah dihimpun sekumpulan pengetahuan yang baru atau disempurnakan pengetahuan yang telah ada, sehingga di kalangan ilmuwan pada umumnya terdapat kesepakatan bahwa ilmu adalah suatu kumpulan pengetahuan yang sistematis.
Menurut Bahm (dalam Koento Wibisono, 1997) definisi ilmu pengetahuan melibatkan enam macam komponen yaitu masalah (problem), sikap (attitude), metode (method), aktivitas (activity), kesimpulan (conclusion), dan pengaruh (effects).
b. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata Latin mos jamaknya mores yang berarti adat atau cara hidup. Etika dan moral sama artinya, tetapi dalam penilaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral dan atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai. Adapun etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai yang ada.
Kata moral juga dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang melahirkan etika. Sebagai cabang filsafat, etika sangat menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat nilai (takaran, harga, angka kepandaian, kadar/mutu, sifat-sifat yang penting/berguna) dan moral tersebut serta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan moral itu.
Sumber langsung ajaran moral adalah pelbagai orang dalam kedudukan yang berwenang seperti orangtua dan guru, para pemuka masyarakat dan agama, serta tulisan para bijak. Etika bukan sumber tambahan bagi ajaran moral, tetapi filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran. Jadi, etika dan ajaran moral tidak berada ditingkat yang sama.
Jadi, moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memilki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya.
2. Hubungan antara ilmu dan moral
Merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu dan teknologi. Berkat kemajuan dalam bidang ini maka pemenuhan kebutuhan manusia bisa dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah disamping penciptaan berbagai kemudahan dalam bidang-bidang seperti kesehatan, pengangkutan, pemukiman, pendidikan, dan komunikasi.
Perkembangan ilmu, sejak pertumbuhannya diawali dan dikaitkan dengan sebuah kebutuhan kondisi realitas saat itu. Pada saat terjadi peperangan atau ada keinginan manusia untuk memerangi orang lain, maka ilmu berkembang, sehingga penemuan ilmu bukan saja ditujukan untuk menguasai alam melainkan untuk tujuan perang, memerangi semua manusia dan untuk menguasai mereka. Di pihak lain, perkembangan dan kemajuan ilmu sering melupakan kedudukan atau faktor manusia. Penemuan ilmu semestinya untuk kepentingan manusia, jadi ilmu yang menyesuaikan dengan kedudukan manusia, namun keadaan justru sebaliknya yaitu manusialah yang akhirnya harus menyesuaikan diri dengan ilmu.
Jadi ilmu bukan saja menimbulkan gejala dehumanisasi namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan. Ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan. Ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun juga menciptakan tujuan hidup itu sendiri.
Masalah teknologi yang mengakibatkan proses dehumanisasi sebenarnya lebih merupakan masalah kebudayaan daripada masalah moral. Artinya, dihadapkan dengan ekses teknologi yang bersifat negatif, maka masyarakat harus menentukan teknologi mana saja yang akan dipergunakan dan teknologi mana yang tidak. Secara konseptual maka hal ini berarti bahwa suatu masyarakat harus menetapkan strategi pengembangan teknologinya agar sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dijunjungnya.
Ilmu tidak lagi berfungsi sebagai sarana yang memberikan kemudahan dan berkah kepada kehidupan manusia, melainkan dia berada untuk tujuan eksistensinya sendiri. Sesuatu yang kadang-kadang ironis harus dibayar mahal oleh manusia karena kehilangan sebagian arti dari status kemanusiaannya. Manusia sering dihadapkan dengan situasi yang tidak bersifat manusiawi, terpenjara dalam kisi-kisi teknologi, yang merampas kemanusiaan dan kebahagiaannya.
Dihadapkan dengan masalah moral dalam menghadapi ekses ilmu dan teknologi yang bersifat merusak ini para ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan pendapat. Golongan pertama menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologis. Dalam hal ini tugas ilmuwan adalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk mempergunakannya. Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan obyek penelitian, maka kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral. Tahap tertinggi dalam kebudayaan moral manusia, ujar Charles Darwin, adalah ketika kita menyadari bahwa kita seyogyanya mengontrol pikiran kita.
Jadi secara filsafat dapat dikatakan bahwa dalam tahap pengembangan konsep terdapat masalah moral yang ditinjau dari segi ontologi keilmuan, sedangkan dalam tahap penerapan konsep terdapat masalah moral ditinjau dari segi aksiologi keilmuan. Ontologi diartikan sebagai pengkajian mengenai hakikat realitas dari obyek yang ditelaah dalam membuahkan pengetahuan, aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Setiap pengetahuan, termasuk pengetahuan ilmuah, mempunyai tiga dasar yakni ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Epistemologi membahas cara untuk mendapatkan pengetahuan, yang dalam kegiatan keilmuan disebut metode ilmiah.
D. Kegunaan Aksiologi Terhadap Tujuan Ilmu Pengetahuan
Berkenaan dengan nilai guna ilmu, baik itu ilmu umum maupun ilmu agama, tak dapat dibantah lagi bahwa kedua ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat manusia, dengan ilmu sesorang dapat mengubah wajah dunia.
Berkaitan dengan hal ini, menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun. S. Suriasumatri yaitu bahwa “pengetahuan adalah kekuasaan” apakah kekuasaan itu merupakan berkat atau justru malapetaka bagi umat manusia. Memang kalaupun terjadi malapetaka yang disebabkan oleh ilmu, bahwa kita tidak bisa mengatakan bahwa itu merupakan kesalahan ilmu, karena ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya, lagi pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk melainkan tergantung pada pemilik dalam menggunakannya.
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:
1. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.
2. Filsafat sebagai pandangan hidup.
Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
3. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak bila masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara yang digunakan amat sederhana maka biasanya masalah tidak terselesaikan secara tuntas.penyelesaian yang detail itu biasanya dapat mengungkap semua masalah yang berkembang dalam kehidupan manusia.
E. Kategori Dasar Aksiologi
Terdapat dua kategori dasar aksiologi :
- Objectivism, yaitu penilaian terhadap sesuatu yang dilakukan apa adanya sesuai keadaan objek yang dinilai.
- Subjectivism, yaitu penilaian terhadap sesuatu dimana dalam proses penilaian terdapat unsur intuisi (perasaan).
Dari sini muncul empat pendekatan etika, yaitu; teori nilai intuitif, teori nilai rasional, teori nilai alamiah dan teori nilai emotif. Teori nilai intuitif dan teori nilai rasional beraliran obyectivis sedangkan teori nilai alamiah dan teori nilai emotif beraliran subyektivis.
1. Teori Nilai intuitif (The Intuitive theory of value)
Teori ini berpandangan bahwa sukar jika tidak bisa dikatakan mustahil untuk mendefinisikan suatu perangkat nilai yang absolut. Bagaimanapun juga suatu perangkat nilai yang absolute itu eksis dalam tatanan yang bersifat obyektif. Nilai ditemukan melalui intuisi karena ada tatanan moral yang bersifat baku. Mereka menegaskan bahwa nilai eksis sebagai piranti obyek atau menyatu dalam hubungan antar obyek, dan validitas dari nilai tidak bergantung pada eksistensi atau perilaku manusia. Sekali seseorang menemukan dan mengakui nilai tersebut melalui proses intuitif, ia berkewajiban untuk mengatur perilaku individual atau sosialnya selaras dengan preskripsi moralnya.
2. Teori nilai rasional (The rational theory of value)
Bagi mereka janganlah percaya pada nilai yang bersifat obyektif dan murni independent dari manusia. Nilai tersebut ditemukan sebagai hasil dari penalaran manusia. Fakta bahwa seseorang melakukan suatu yang benar ketika ia tahu degan nalarnya bahwa itu benar, sebagai fakta bahwa hanyaorang jahat atu yang lalai ynag melakukan sesuatu berlawanan dengan kehendak atau wahyu tuhan. Jadi dengan nalar atau peran tuhan nilai ultimo, obyektif, absolut yang seharusnya mengarahkan perilakunya.
3. Teori nilai alamiah (The naturalistic theory of value)
Nilai menurutnya diciptakan manusia bersama dengan kebutuhan-kebutuhan dan hasrat-hasrat yang dialaminya. Nilai adalah produk biososial, artefak manusia, yang diciptakan , dipakai, diuji oleh individu dan masyarakat untuk melayani tujuan membimbing perilaku manusia. Pendekatan naturalis mencakup teori nilai instrumental dimana keputusan nilai tidak absolute tetapi bersifat relative. Nilai secara umum hakikatnya bersifat subyektif, bergantung pada kondisi manusia.
4. Teori nilai emotif (The emotive theory of value)
Jika tiga aliran sebelumnya menentukan konsep nilai dengan status kognitifnya, maka teori ini memandang bahwa konsep moral dan etika bukanlah keputusan factual tetapi hanya merupakan ekspresi emosi dan tingkah laku. Nilai tidak lebih dari suatu opini yang tidak bisa diverivikasi, sekalipun diakui bahwa penelitian menjadi bagian penting dari tindakan manusia.
F. Tanggung Jawab Ilmuwan di Masyarakat
Ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh masyarakat. Penciptaan ilmu bersifat individual namun komunikasi dan penggunaan ilmu adalah bersifat sosial. Kreativitas individu yang didukung oleh sistem komunikasi sosial yang bersifat terbuka menjadi proses pengembangan ilmu yang berjalan secara efektif. Seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial, bukan saja karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat namun yang lebih penting adalah karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Fungsinya selaku ilmuwan tidak berhenti pada penelaahan dan keilmuan secara individual namun juga ikut bertanggung jawab agar produk keilmuan sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Jika dinyatakan bahwa ilmu bertanggung jawab atas perubahan sosial, maka hal itu berarti ilmu telah mengakibatkan perubahan sosial dan juga ilmu bertanggung jawab atas sesuatu yang bakal terjadi. Jadi tanggung jawab tersebut bersangkut paut dengan masa lampau dan juga masa depan.
Ilmuwan berdasarkan pengetahuannya memiliki kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi. Umpamanya saja apakah yang akan terjadi dengan ilmu dan teknologi kita di masa depan berdasarkan proses pendidikan keilmuan sekarang. Dengan kemampuan pengetahuannya seorang ilmuwan juga harus dapat mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah-masalah yang seyogyanya mereka sadari.
Tanggung jawab ilmu atas masa depan pertama-tama menyangkut usaha agar segala sesuatu yang terganggu oleh campur tangan ilmu bakal dipulihkan kembali. Campur tangan ilmu terhadap masa depan bersifat berat sebelah, karena sekaligus tertuju kepada keseimbangan dalam alam dan terhadap keteraturan sosial. Gangguan terhadap keseimbangan alam misalnya pembasmian kimiawi terhadap hama tanaman, sistem pengairan, dan sebagainya. Perlu diingat bahwa keberatsebelahan itu sebenarnya bukan hanya karena tanggung jawab ilmu saja, melainkan juga oleh manusia sendiri.
Seorang ilmuwan pada hakikatnya adalah manusia yang biasa berpikir dengan teratur dan teliti. Bukan saja jalan pikirannya mengalir melalui pola-pola yang teratur namun juga segenap materi yang menjadi bahan pemikirannya dikaji dengan teliti. Seorang ilmuwan tidak menolak atau menerima sesuatu begitu saja tanpa suatu pemikiran yang cermat. Disinilah kelebihan seorang ilmuwan dibandingkan dengan cara berpikir seorang awam.
Untuk memahami ihwal tanggung jawab manusia , kiranya baik juga diketengahkan dengan singkat alam pikiran Yunani Kuno. Menurut alam pikiran Yunani Kuno, ilmu adalah theoria, sedangkan keteraturan alam dan keteraturan masyarakat selalu menurut kodrat Ilahi. Setiap keteraturan adalah keteraturan ilahi dan alam (karena mempunyai keteraturan) bahkan dianggap sebagai Ilahi atau sebagai hasil pengaturan Ilahi.
Di bidang etika tanggung jawab sosial seorang ilmuwan bukan lagi memberikan informasi namun memberi contoh. Dia harus tampil di depan bagaimana caranya bersifat obyektif, terbuka, menerima kritik, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggapnya benar, dan kalau perlu berani mengakui kesalahan. Pengetahuan yang dimilikinya merupakan kekuatan yang akan memberinya keberanian. Demikian juga dalam masyarakat yang sedang membangun maka dia harus bersikap sebagai seorang pendidik dengan memberikan suri teladan.
Jadi bila kaum ilmuwan konsekuen dengan pandangan hidupnya, baik secara intelektual maupun secara moral , maka salah satu penyangga masyarakat modern akan berdiri dengan kukuh. Berdirinya pilar penyangga keilmuan itu merupakan tanggung jawab sosial seorang ilmuwan.
Tanggung jawab juga menyangkut penerapan nilai-nilai etis setepat-tepatnya bagi ilmu di dalam kegiatan praktis dan upaya penemuan sikap etis yang tepat, sesuai dengan ajaran tentang manusia dalam perkembangan ilmu.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penulisan makalah ini dapat disimpulkan bahwa :
- Akseologi adalah nilai-nilai dasar dalam penerapan atau kegunaan ilmu pengetahuan yang didapatkan.
- Estika merupakan salah satu teori yang dibicarakan ketika membahas teori tentang nilai dan ilmu kesusilaan yang membahas perbuatan baik dan melakukan kebenaran. Sedangkan moral adalah bentuk pelaksanaannya dalam kehidupan. Estetika adalah salah satu cabang filsafat yang berkaitan dengan seni. Secara sederhana diartikan estetika adalah ilmu yang membahas keindahan.
- Dihadapkan dengan masalah moral dalam menghadapi ekses ilmu dan teknologi yang bersifat merusak ini para ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan pendapat. Golongan pertama menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologis. Dalam hal ini tugas ilmuwan adalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk mempergunakannya. Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan obyek penelitian, maka kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral.
- Kegunaan filsafat aksiologi terhadap tujuan ilmu pengetahuan dapat dibagi menjadi tiga yaitu; (a) filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran, (b) filsafat sebagai pandangan hidup, (c) filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
- Kategori dasar akseologi dibagi menjadi dua yaitu; (a) Objectivism, yaitu penilaian terhadap sesuatu yang dilakukan apa adanya sesuai keadaan objek yang dinilai. (b) Subjectivism, yaitu penilaian terhadap sesuatu dimana dalam proses penilaian terdapat unsur intuisi (perasaan).
- Tanggung jawab ilmu atas masa depan pertama-tama menyangkut usaha agar segala sesuatu yang terganggu oleh campur tangan ilmu bakal dipulihkan kembali. Untuk memahami ihwal tanggung jawab manusia , kiranya baik juga diketengahkan dengan singkat alam pikiran Yunani Kuno. Menurut alam pikiran Yunani Kuno, ilmu adalah theoria, sedangkan keteraturan alam dan keteraturan masyarakat selalu menurut kodrat Ilahi. Setiap keteraturan adalah keteraturan ilahi dan alam (karena mempunyai keteraturan) bahkan dianggap sebagai Ilahi atau sebagai hasil pengaturan Ilahi.
B. Saran
Dalam perkembangannya penerapan ilmu pengetahuan telah berada pada titik kronis. Ilmu pengetahuan diterapkan tidak berdasarkan nilai-nilai etika dan moral yang berlaku, olehnya itu saran kami adalah:
- Ilmuan perlu memperbaharui pemanfaatan ilmu pengetahuan agar mengarah kepada kemaslahatan manusia.
- Sebagai bagian dari proses pencerdasan manusia maka, kampus IAIN Ambon harus mengkampanyekan nilai kegunaan ilmu pengetahuan yang benar, yaitu kegunaan ilmu pengetahuan yang tidak terlepas dari etika dan moral
- Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulisan karya ilmiah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, Muhammad. Filsafat Etika Islam. Bandung: Pustaka Setia. 2010
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2009
Bakhtiar, Amsal. filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers. 2013
Fuad, Ihsan. Filsafat Ilmu. Jakarta : Rineka Cipta. 2010
Kattsoff, O. Louis. Unsur-Unsur Filsafat. Yokyakarta: Tiara Wacana. 2004
Kurniawan, “Aksiologi,” Blog Kurniawan. http://akoe-kurniawan.blogspot.co.id/2010/07/bab-i.html (19 Desember 2016)
Latif, Mukhtar. Filsafat Ilmu. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013
Salam, Burhanuddin. Logika Materil, Filsapat Ilmu Pengetahuan. Cet. I; Jakarta: Reneka Cipta. 1997
Suriasumantri, S. Jujun. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 2000
Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. 2009
Supriyadi, Dedi. Pengantar Filsafat Islam Teori dan Praktik. Bandung: CV Pustaka Setia. 2010
Wihadi, Admojo. et.al.. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1998
Wikipedia, “Estetika.” Wikipedia Ensiklopedia Bebas. https://id.wikipedia.org/wiki/Estetika (19 Desember 2016)
Wikipedia, “Ilmu.” Wikipedia Ensiklopedia Bebas. http://id.wikipedia.org/wiki/ilmu (19 Desember 2016)
Posting Komentar untuk "Memahami Filsafata Aksiologi (Nilai Kegunaan Ilmu)"