Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hijab Bukan Hanya Sekedar Trend Muslimah Masa Kini

Hijab Bukan Sekedar Trend Muslimah Masa Kini

Hijab merupakan komponen penting bagi perempuan dan dimaknai bukan hanya sebagai penutup aurat, akan tetapi juga sebagai simbol kesholehan untuk menyempurnakan rukun keimanannya. Dalam aturan Islam, hijab menjadi sebuah kewajiban bagi semua muslimah untuk memakainya bahkan perempuan dari agama lain seperti Yahudi pun memakai penutup kepala saat keluar rumah sebagai lambang kehormatan.

Hijab kini menjadi bagian dari sebuah busana. Busana (fashion) merupakan sebuah sarana bagi setiap individu untuk menunjukkan gaya dan mode agar tampak pantas dipandang mata. Di tengah realita yang ada pada busana, ada satu hal yang menarik untuk dikaji yaitu tren perempuan yang memakai hijab. Fenomena ini menjadi unik dianalisis melihat perkembangan hijab yang begitu pesat sejak 1980-an sebagai budaya popular di Indonesia yang dipengaruhi oleh konteks politik, agama, sosial dan ekonomi sejak kebangkitan Islam pada era itu (Raleigh, 2004:14). 

Tren hijab sebenarnya memang sudah diminati kaum hawa beberapa tahun terakhir mengingat hijab sejatinya diwajibkan untuk menutupi aurat perempuan. Seiring perkembangan zaman di era modern ini semakin banyak muncul hijab beragam tipe dan model yang unik serta berwarna dengan komodifikasi bervariasi sesuai konteks sekarang sehingga membuat hijab semakin sering diburu sebagai bagian dari gaya hidup.

Namun hal inilah yang kemudian menjadi perdebatan karena dalam realitas sosial, persoalan hijab banyak melahirkan interpretasi yang berbeda bahkan terkait aspek ideologi atau bisa juga sebagai wujud aktualisasi simbol eksistensi gerakan perempuan sebagai bias kultur patriarkhi terhadap laki-laki. Dengan demikian hijab saat ini menjadi fenomena yang majemuk, memiliki beragam makna dan konteks, serta dapat menyiratkan beragam kepentingan dan simbol atau dapat pula diartikan sebagai eksistensi seseorang dalam komunitasnya.

Keberadaan berbagai tipe hijab yang beraneka ragam serta merta menghadirkan peluang bagi pihak kapitalis untuk mengambil peran ini sehingga mengkonstruksi kaum hawa untuk memakai dan menjadi konsumen hijab dengan berbagai tipe yang telah dikomodifikasi. Konstruksi ini kemudian dicerna dan diaplikasikan para Hijabers dalam hal ini perempuan untuk bisa tampil modis dan tetap bergaya meskipun dengan hijab. Hal yang sangat disayangkan adalah bahwa fenomena Hijabers akibat adanya konstruksi atas modernisasi ini seringkali berdialektika dari masing- masing sisi. Di satu sisi memang hijab diwajibkan atas muslimah namun di sisi lain tren hijab sekarang ini dinilai kurang pas dengan ajaran Islam.

Berkaca dengan hadirnya fenomena-fenomena tersebut kemudian muncul pertanyaan dilematis. Pertama, apakah hijab yang dikenakan para perempuan di kota Pangkalpinang memang didasari atas ilmu agama yang menekankan bahwa menutup aurat dengan hijab yang syar’i memang diwajibkan agar meningkatkan keyakinannya pada Sang Pencipta? Kedua apakah mereka yang memakai hijab dengan berbagai jenisnya dikonstruksi bahwa hijab dianggap hanya sebagai busana untuk bergaya? Ketiga apakah hijab hanya dijadikan sebagai citra yang menjadi ukuran moralitas bahwa mereka ingin dilihat dan dinilai oleh orang lain jika sesungguhnya mereka yang berhijab itu adalah perempuan baik-baik.

Peran konstruksi atas nama modernisasi ini kemudian membentuk semacam komunitas perempuan berhijab di Pangkalpinang atau yang lebih dikenal Komunitas Hijabers Babel (Hijabers community). Tren hijab yang modis dan telah dikomodifikasi ini sebenarnya pertama kali diperkenalkan oleh Komunitas Hijabers Indonesia. Kiprahnya kini menjadi pusat tren hijab dan busana muslim bagi muslimah muda di Indonesia saat ini yang kemudian diikuti oleh Komunitas Hijabers Babel seperti di wilayah perkotaan tepatnya Pangkalpinang. Keberadaan Hijabers Babel merupakan fenomena yang unik. Keberadaannya adalah bentuk dari sebuah negosiasi terhadap budaya berhijab sebelumnya yang cenderung terlihat kolot dan kurang fleksibel. Di samping itu ada juga budaya busana popular lain yang tak kalah marak yaitu celana pendek dan baju-baju seksi lainnya yang terlihat mengumbar aurat/tubuh.

Hal inilah yang memantik dan mendorong keingintahuan peneliti tentang bagaimanakah kelompok tersebut merepresentasikan gaya hidup mereka dengan menggunakan hijab dan busana muslim yang merupakan simbol agama dan relijiusitas seorang muslimah. Apakah unsur keagamaan dapat tercermin dalam praktik berhijab dan berbusana yang merupakan aktivitas gaya hidup mereka, ataukah hijab dan busana muslim dalam kelompok ini hanya dijadikan simbol status yang mencerminkan kesejahteraan ekonomi dan posisi sosial mereka?. Pemikiran tersebut mengarahkan pada pertanyaan selanjutnya yaitu bagaimana Komunitas Hijabers Babel merepresentasikan dan bernegosiasi terhadap agama, busana dan budaya?

Dalam hal ini setidaknya muncul pertanyaan apakah lantas dengan mereka memakai hijab yang sudah dikomodifikasi kemudian membuat para Komunitas Hijabers Babel ini menjadi lebih sering ikut kegiatan keagamaan seperti pengajian, tabligh akbar, tausiah keagamaan dan kegiatan yang masih berkorelasi dengan agama (Islam) tentunya?. Selain itu juga ada kemungkinan hijab yang mereka kenakan hanya dijadikan identitas simbol penanda keberadaan dari Komunitas Hijabers Babel yang merupakan salah satu wujud eksistensi atau keberadaan komunitas mereka. Dengan demikian esensi dan interpretasi terhadap hijab menjadi lebih beragam.

Jika dielaborasi lebih jauh perempuan yang mengikuti tren hijab atau Hijabers ini memiliki kepentingan yang sama, selain untuk menutup aurat mereka juga ingin tampil modis dan elegan meski dengan busana yang tertutup seperti slogan para Hijabers saat ini “Berhijab tapi tetap cantik dan menarik”, maka tak jarang pula para perempuan yang mengikuti tren hijab ini sering berdiskusi dan membeli hijab dari majalah, dari toko muslimah atau bahkan ada juga yang melakukan transaksi online guna mendapatkan hijab sesuai dengan yang mereka inginkan misalnya meniru gaya hijab selebriti. 

Selain itu juga, hijab juga merupakan simbol eksistensi dari sebuah komunitas yang menjadi sebuah penanda bahwa hijab dapat menunjukkan identitas individu atau suatu kelompok. Dengan demikian fenomena Hijabers tidak semata diukur dari varian hijab yang digunakan perempuan, melainkan juga dalam hijab terdapat makna tertentu yang melekat pada siapa yang memakainya.

Sumber: http://repository.ubb.ac.id/71/2/Bab_1.pdf

Posting Komentar untuk " Hijab Bukan Hanya Sekedar Trend Muslimah Masa Kini"