Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pendidik dan Peserta Didik dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam

Pendidik dan Peserta Didik dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam

Pendidik dan Peserta Didik dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam. Pendidik dan peserta didik merupakan komponen penting dalam sistem pendidikan Islam. Kedua komponen ini saling berinteraksi dalam proses pembelajaran untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan. Oleh karena itu, pendidik sangat berperan besar sekaligus menentukan ke mana arah potensi peserta didik yang akan dikembangkan.

Demikian pula peserta didik, ia tidak hanya sekedar objek pendidikan, tetapi pada saat-saat tertentu ia akan menjadi subjek pendidikan. Hal ini membuktikan bahwa posisi peserta didik pun tidak hanya sekedar pasif laksana cangkir kosong yang siap menerima air kapan dan dimanapun. Akan tetapi peserta didik harus aktif, kreatif dan dinamis dalam berinteraksi dengan gurunya, sekaligus dalam upaya pengembangan keilmuannya.

Konsep pendidik dan peserta didik dalam perspektif pendidikan Islam memiliki karakteristik tersendiri yang sesuai dengan karakteristik pendidikan Islam itu sendiri. Karakteristik ini akan membedakan konsep pendidik dan peserta didik dalam pandangan pendidikan lainnya. Hal itu juga dapat ditelusuri melalui tugas dan persyaratan ideal yang harus dimiliki oleh seorang pendidik dan peserta didik yang dikehendaki oleh Islam. Tentu semua itu tidak terlepas dari landasan ajaran Islam itu sendiri, yaitu al-Qur’an dan Sunnah yang menginginkan perkembangan pendidik dan peserta didik tidak bertentangan dengan ajaran kedua landasan tersebut sesuai dengan pemahaman maksimal manusia.

Jika karakteristik yang diinginkan oleh pendidikan Islam tersebut dapat dipenuhi, maka pendidikan yang berkualitas niscaya akan dapat diraih. Untuk itu, kajian dan analisis filosofis sangat dibutuhkan dalam merumuskan konsep pendidik dan peserta didik dalam perspektif pendidikan Islam sehingga diperoleh pemahaman yang utuh tentang kedua komponen tersebut.

Makalah yang sederhana ini akan menguraikan tentang analisis filosofis tentang pendidik dan peserta didik dalam perspektif filsafat pendidikan Islam. Diharapkan makalah ini menjadi bahan diskusi lebih lanjut agar dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang kedua komponen itu sehingga berguna dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan secara efektif dan efisien.

A. Hakikat Pendidik


1. Makna dan Kedudukan Pendidik

Salah satu unsur penting dalam proses pendidikan adalah pendidik.  Secara umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggungjawab untuk mendidik. Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab atas perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.

Pendidik dalam konteks ini bukan hanya terbatas pada orang-orang yang bertugas di sekolah, tetapi semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan anak mulai sejak dalam kandungan hingga ia dewasa, bahkan sampai menunggal dunia.

Dalam ajaran Islam, pendidik (Guru) mendapatkan penghargaan yang tinggi. Begitu tingginya penghargaan itu sehingga menempatkan kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan Nabi dan Rasul. Hal ini dikarenakan guru selalu terkait dengan ilmu (pengetahuan); sedangkan Islam ssangat menghargai pengetahuan. Penghargaan Islam terhadap ilmu tergambar dalam hadits yang artinya sebagai berikut:

  • inta ulama lebih berharga daripada darah syuhada.
  • Orang berpengetahuan melebihi orang yang senang beribadat, yang berpuasa dan menghabiskan waktu malamnya untuk mengerjakan shalat bahkan melebihi kebaikan orang yang berperang di jalan Allah.
  • Apabila meninggal seorang alim, maka terjadilah kekosongan dalam Islam yang tidak dapat diisi kecuali oleh seorang alim yang lain.

Tingginya kedudukan guru dalam Islam merupakan realisasi ajaran Islam. Islam memuliakan pengetahuan; pengetahuan itu didapat dari belajar dan mengajar; yang belajar adalah calon guru, yang mengajar adalah guru. Maka tidak boleh tidak, Islam memuliakan guru. Tak terbayangkan adanya belajar dan mengajar tanpa adanya guru.

Kedudukan guru yang demikian tinggi dalam Islam kelihatannya memang berbeda dari kedudukan guru di dunia Barat. Perbedaan ini tidaklah mengherankan, karena di Barat guru tidak lebih dari sekadar orang yang pengetahuannya lebih banyak dari murid. Hubungan guru-murid adalah hubungan kepentingan antara pemberi dan penerima jasa, karena itu hubungan juga diikat oleh pembayaran yang dilakukan berdasarkan perhitungan ekonomi.

2. Tugas Pendidik dalam Islam

Mengenai tugas pendidik, ahli pendidikan Islam dan ahli pendidikan Barat telah sepakat bahwa tugas pendidik adalah mendidik. Mendidik dapat dilakukan dengan mengajar, memberi dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, memberi contoh, membiasakan, dan lain-lain. Dalam pendidikan di sekolah, tugas pendidik adalah mendidik dengan cara mengajar. Tugas pendidik dalam rumah tangga berupa membiasakan, memberi contoh yang baik, memberi pujian, dorongan, dan lain-lain yang diperkirakan menghasilkan pengaruh positif begi pendewasaan anak.

Dalam literatur Barat diuraikan tugas-tugas guru tidak hanya mengajar. Ag.Soejono (1982:62) merinci tugas pendidik sebagai berikut:

  • Wajib menemukan pembawaan yang ada pada peserta didik.
  • Berusaha menolong peserta didik mengembangkan pembawaan yang baik dan menekan perkembanganpembawaan yang buruk agar tidak berkembang.
  • Memperlihatkan kepada peserta didik tugas orang dewasa dengan cara memperkenalkan berbagai bidang keahlian, keterampilan, agar anak didik memilihnya dengan tepat.
  • Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah perkembangan peserta didik berjalan dengan baik.
  • Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala peserta didik menemui kesulitan dalam mengembangkan potensinya.

Sedangkan dalam literatur yang ditulis oleh ahli pendidikan Islam, tugas pendidik ternyata bercampur dengan syarat dan sifat pendidik. Ada beberapa pernyataan tentang tugas guru, yaitu:

  • Pendidik harus mengetahui karakteristik peserta didik.
  • Pendidik harus selalu berusaha meningkatkan keahliannya, baik dalam bidang yang diajarkan maupun dalam cara mengajarkannya.
  • Pendidik harus mengamalkan ilmunya, jangan berbuat berlawanan dengan ilmu yang diajarkannya.

Tugas-tugas pendidik yang diajarkan oleh penulis Muslim ini dapat ditambahkan tugas-tugas pendidik yang dianjurkan oleh Soejono. Dalam tugas-tugas ini pun tidak disebut secara tegas tugas pendidik sebagai pengajar biang studi. Memang adakesulitan untuk mengetahui apa sebenarnya tugas seorang pendidik dalam pandangan penulis Muslim karena mereka mencampurkan tugas, syarat, dan sifat pendidik. Untuk sementara dapat dipegang bahwa tugas pendidik adalah yang telah disebutkan sebelumnya. Secara singkat dapat juga disimpulkan bahwa tugas pendidik dalam Islam adalah mendidik peserta didik dengan cara mengajar dan dengan cara lainnya, menuju tercapainya perkembangan maksimal sesuai dengan nilai-nilai Islam.

3. Syarat dan Karakteristik Pendidik

Tugas sebagai pendidik adalah merupakan suatu tugas yang luhur dan berat. Dipundak para pendidik  terletak nasib suatu bangsa. Maju atau mundurnya suatu negara dimasa mendatang banyak bergantung pada keberhasilan atau tidaknya barisan barisan para pendidik dan mengemban misinya. Syarat- syarat pendidik diantaranya sebagai berikut:

  • Takwa kepada Allah. Seorang Pendidik tidak mungkin mendidik anak agar bertaqwa kepada Allah  jika ia sendiri tidak bertaqwa kepada-Nya.
  • Berilmu. Pendidik harus mempunyai ilmu pengetahuan dan keahlian mengajar.
  • Sehat jasmani dan rohani. Jasmani yang tidak sehat akan menghambat pelaksanaan pendidikan. Bahkan dapat membahayakan anak didik bila mempunyai penyakit menular. Dari segi rohani, orang gila juga berbahaya bila ia mendidik.
  • Berkelakuan baik.Budi pekerti Guru angat pening dalam mendidik watak murid. Guru harus menjadi suri tauladan karena peserta didik bersifat suka meniru.

Adapun karakteristik guru adalah pelengkap dari syarat menjadi seoran guru. Karakteristik / sifat dapat juga dikatakan syarat minimal yang harus dipenuhi oleh pendidik. Al-abrasyi menyebutkan bahwa pendidik dalam islam sebaiknya memiliki  sifat pendidik sebagai berikut:Zuhud, bersih tubuhnya, bersih jiwanya tidak riya’, tidak memendam rasa dendam dan iri hati, tidak menyenangi permusuhan, ikhlas dalam melaksanakan tugas, sesuai perbuatan dengan perkataan, tidak malu mengakui ketidak tahuan, bijaksana, tegas dalam perkataan dan perbuatan tetapi tidak kasar, rendah hati, lemah lembut, pema’af, sabar, berkepribadian,tidak merasa rendah diri, bersifat kebapakan atau keibuan, mdanengetahui karakter murid.

B. Hakikat Peserta Didik


1. Makna Peserta Didik

Peserta didik dalam pendidikan Islam selalu terkait dengan pandangan Islam tentang hakikat manusia. Secara substantif, manusia memiliki dua dimensi, lahir (jasmaniah) dan batin (ruhaniah). Keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.  Kedua dimensi manusia tersebut didesain oleh Allah sebaik-baik model dan berpotensi tinggi untuk dikembangkan. potensi yang dimiliki manusia bersifat educable; dapat dan harus dididik agar berkembang aktual. Jika semua potensi itu dididik dengan baik maka akan memungkinkan manusia mencapai tingkat kemampuan yang luar biasa. Sebaliknya, jika dibiarkan tanpa arah, manusia akan terbelakang.

Dari hal tersebut, dapat kita ambil kesimpulan bahwa peserta didik merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan bimbingan orang lain (pendidik) untuk membantu mengarahkan serta mengembangkan potensi yang dimilikinya. Potensi yang dimilki tidak akan tumbuh dan berkembang secara optimal tanpa bimbingan pendidik. Karena itu, pendidik perlu pemahaman secara konkrit tentang peserta didik. Untuk itu, perlu diperjelas beberapa diskripsi tentang hakikat peserta didik serta implikasinya terhadap pendidikan Islam, yaitu:

  • Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki dunianya sendiri. Hal ini sangat penting untuk dipahami agar perlakuan terhadap mereka dalam proses pendidikan tidak disamakan engan pendidikan orang dewasa, baik dalam aspek metode mengajar, materi yang diajarkan,sumber bahan yang digunakan, dan lain sebagainya.
  • Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi priodesasi perkembangan dan pertumbuhan. Pemahaman ini cukup perlu untuk diketahui agar aktivitas pendidikan Islam diesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan pada umumnya dilalui oleh peserta didik. Hal ini sangat beralasan, karena kadar kemampuan peserta didik ditentukan oleh faktor usiadan periode perkembangan atau pertmbuhan potensi yang dimilikinya.
  • Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani yang harusdipenuhi. Diantara kebutuhan berikut adalah kebutuhan biologis, kasih sayang, rasa aman, harga diri, realisasi diri, dan sebagainya. Kesemua itu penting dipahami oleh pendidik agar tugasnya dapat dilakukan dengan baik.
  • Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual, baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun lingkungan di mana ia berada. Hal ini perlu dipahami karena menyangkut bagaimana pendekatan yang perlu dilakukan pendidik dalam menghadapi ragam sikap dan perbedaan tersebut dalam suasana yang dinamis, tanpa harus mengorbankan kepentingan salah satu pihak atau kelompok.
  • Peserta didik merupakan resultan dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani. Unsur jasmani memiliki daya pisik yang menghendaki latihan dan pembiasaan yang dilakukan melalui proses pendidikan. Sementara unsur rohaniah memiliki dua daya, yaitu daya akal dan daya rasa. Untuk mempertajam daya akal, maka proses pendidikan hendaknya diarahkan untuk mengasah daya intelektualitasnya melalui ilmu-ilmu rasional. Adapun untuk mempertajam daya rasa dapat dilakukan melalui pendidikan akhlak dan ibadah. Konsep ini bermakna bahwa suatu prosees pendidikan Islam hendaknya dilakukan dengan memandang peserta didik secara utuh. Singkatnya, pendidikan Islam tidak hanya tidak hanya mengutamakan pendidikan salah satu aspek saja, melainkan kedua aspek secara integral dan harmonis.
  • Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis. Disini tugas pendidik adalah membantu mengembangkan dan mengarahkan perkembangan tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan yang diinginkan, tanpa melepas tugas kemanusiaannya.

2. Tugas Peserta Didik

Agar pelaksanaan proses pendidikan Islam dapat mencapai tujuan yang diinginkan, maka setiap peserta didik hendaknya senantiasa menyadari tugas dan kewajibannya. Menurut Asma Hasan Fahmi, di antara tugas dan kewajiban yang perlu dipenuhi peserta didik adalah:

  • Peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran sebelum ia menuntut ilmu.
  • Hendaklah tujuan belajar ditujukan untuk menghiasi ruh dengan sifat keutamaan.
  • Memiliki kemampuan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu i berbagai tempat.
  • Wajib menghormati pendidiknya.
  • Belajar dengan sungguh-sungguh dan tabah dalam belajar

Al-Abrasyi menambahkan bahwa tugas peserta didik adalah:

  • Membersihkan sifat buruk sebelum belajar.
  • Niat belajar hendaknya ditujukan untuk mengisi jiwa dengan berbagai fadhilah.
  • Hendaknya bersedia meninggalkan keluarga dan tanah air untuk mencari ilmu ke tempat yang jauh sekalipun.
  • Jangan suka sering menukar guru, kecuali dengan pertimbangan yang matang.
  • Wajib menghormati pendidik
  • Jangan melakukan aktivitasi ketika belajar kecuali atas izin dan petunjuk pendidik.
  • Memaafkan guru jika ia bersalah, terutama dengan menggunakan lidahnya.
  • Bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu dan tekun dalam belajar.
  • Saling mengasihi antar sesama peserta didik.
  • Bergaul dengan baik dengan guru-gurunya.
  • Peserta didik hendaknya mengulang setiap pelajaran dan menyusun jadwal belajar dengan baik guna meningkatkan kedisiplinannya.
  • Menghargai ilmu dan bertekad untuk menuntut ilmu sampai akhir hayat.

Semua hal di atas cukup penting untuk disadari oleh setiap peserta didik, sekaligus dijadikan sekaligus pegangan dalam menuntut ilmu.

3. Sifat-sifat Ideal Peserta Didik

Sifat-sifat dan kode etik peserta didik merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan dalam proses belajar mengajar, baik langsung maupun tidak langsung. Al-Ghazali merumuskan sebelas pokok sifat-sifat yang patut dimiliki peserta didik, yaitu sebagai berikut:

  • Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT.
  • Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibanding masalah ukhrowi.
  • Bersifat rendah hati dengan cara meninggalkan kepentingan pribadi untuk kepentinganpendidiknya.
  • Menjaga pikiran dari pertentangan yang timbul dari berbagai aliran.
  • Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji.
  • Belajar dengan bertahap dengan mulai pelajaran yang mudah
  • Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih pada ilmu yang lainnya.
  • Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.
  • Memprioritakan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi.
  • Mengenal nilai-nilai pragmatif  bagi suatu ilmu pengetahuan.
  • Peserta didik harus tunduk pada nasihat pendidik.

Selain itu, peserta didik perlu merenungkan pemikiran Ali bin Abi Tholib daalam ungkapannya, “Ingatlah, engkau tidak akan bisa memperoleh ilmu keculi dengan enam syarat, aku akan menjelaskan padamu dengan jelas, yaitu kecerdasan (akal), motivasi atau kemauan yang keras, sabar, alat (sarana), petunjuk guru, dan teru-menerus (kontinu) atau tiak cepat bosan dalam mencari ilmu.”

C. Hubungan Pendidik dan Peserta Didik


Pada hakikatnya, pendidik dan peserta didik itu bersatu. Mereka dalam satu jiwa, terpisah dalam raga. Raga mereka boleh terpisah, tetapi mereka tetap satu sebagai “Dwi Tunggal” yang kokoh bersatu. Posisi merekan boleh berbeda, tetapi tetap seiring setujuan, bukan seiring tetapi tidak setujuan. Kesatuan jiwa pendidik dan peserta didik tidak dapat dipisahkan oleh dimensi ruang dan waktu.

Pendidik dan peserta didik mempunyai hubungan satu sama lain, yaitu sebagai berikut:

1. Pelindung

Orang dewasa selalu menjaga dan memperhatikan kepada peserta didik. Dengan demikian peserta didik selalu diberi perlindungan baik jasmaniah maupun rohaniah. Selain itu juga diberi  perlindungan dengan jalan memberi pelajaran kepada peserta didik untuk dapat mengendalikan diri atas perbuatan dan ucapan. Pendidik selalu menjaga anak didiknya agar tidak merugikan dirinya baik secara langsung maupun tidak langsung.

2. Menjadi teladan

Orang tua atau pendidik secara sengaja atau tidak akan menjadi teladan bagi Si Anak yang ingin berbuat serupa dengan orang dewasa. Pendidik selalu berbuat dihadapan anak dan selalu berbuat bersama-sama dengan anak. Maka perlu bagi pendidik untuk memperhatikan segala gerak-geriknya dalam berbuat dan percakapannya dengan anak.

3. Pusat mengarahkan pikiran dan perbuatan

Pendidik acap kali mengikut sertakan peserta didik dengan apa-apa yang dipikirkan, baik yang menggembirakan ataupun dengan apa yang sedang dipertimbangkan. Jadi, menjelaskan berbagai hal kepada peserta didik mengenai apa yang dipikirkan. Anak diajak memahami serta menerima pendirian dari pendidiknya. Peserta didik diturut sertakan ke dalam kehidupan pendidik dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanggung jawab dan merangsang makin bertanggung jawab, juga mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kepentingannya sendiri. Di dalam hal-hal tertentu hendaknya anak dapat diberikan tanggungjawab penuh.

4. Pencipta perasaan bersatu

Peserta didik seolah-olah telah terbiasa di dalam suasana perasaan bersatu dengan pendidik. Dari suasana ini anak mendapatkan pengalaman dasar untuk hidup bermasyarakat, antara lain:

  • Saling percaya mempercayai
  • Rasa setia
  • Saling meminta dan memberi

Untuk memiliki perasaan-perasaan tersebut, anak dipersiapkan hidupnya di dalam suatu lingkungan keluarga yang teratur, dapat memberikan pimpinan dalam hidupnya. Selalu menunjukan kasih sayang, kesetiaan, percaya agar dapat menjadi contoh dari pada peserta didiknya. Sebagai pendidik harus pandai menciptakan suasana, sebagai alat pemersatu di dalam keluarga.

D. Kesimpulan


Salah satu unsur penting dalam proses pendidikan adalah pendidik.  Secara umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggungjawab untuk mendidik. Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab atas perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Sedangkan peserta didik merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan bimbingan orang lain (pendidik) untuk membantu mengarahkan serta mengembangkan potensi yang dimilikinya.

Pendidik dan peserta didik mempunyai tugas masing-masing untuk mencapai tujuan pendidikan. Selain itu, untuk mencapai tujuan yang diinginkan seorang guru harus memiliki syarat dan sifat yang telah dibahas pada bab sebelumnya yang salah satunya adalah bertaqwa pada Allah. Peserta didik juga harus tunduk dan patuh pada pendidik agar mendapatkan ilmu yang diajarkan oleh pendidik.

Pada dasarnya, pendidik dan peserta didik merupakan dwi tunggal yang kokoh bersatu. Keduanya, memiliki hubungan yang erat. Dalam rangka memperkokoh hubungan keduanya, harus ditanamkan kasih sayang, penghormatan serta kepercayaan anatar pendidik dan peserta didik.

Daftar Pustaka

Abd. Aziz, 2009, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Teras
Ahmad Falah, 2010, Aspk-Aspek Pendidikan Islam, Yogyakarta: Idea Pres
Ahmad Tafsir, 2005, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset
Bukhari Umar, 2010, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah
Hasan Basri, 2009, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: CV Pustaka Setia
Muhammad Roqib, 2009, Ilmu pendidikan Islam, Yogyakarta:PT Lki Printing Cemerlang
Samsul Nizar, 2002, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis, dan Prktis,Jakarta: Ciputat Pres
Zakiah Darajat, 2011, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara

Posting Komentar untuk "Pendidik dan Peserta Didik dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam"