Bangsa Yang Dianiyaia
Perjalanan bangsa Indonesia telah melewati ribuan rintangan, hingga menemukan titik terang pada tanggal 17 agustus 1945, bangsa yang diterpa oleh badai penjajahan yang tak bisa dilukiskan dengan kata – kata maupun lukisan kebahagiaan. Ribuan jiwa telah pergi ke asalnya. Ribuan anak menjadi yatim bahkan piatu, ribuan ibu menjadi janda dan korban berjatuhan bagaikan jatuhan hujan batu. Negri ini menjadi negri yang dibanjiri oleh darah, air mata, dan rintihan serta keluhan terdengar dan bergema di seluruh bumi pertiwi ini. Bumi tercinta yang dicintai oleh makhluk yang ada di dalamnya. Kecintaan yang sungguh luar biasa hingga mengorbankan segala yang dimilikinya.
Bangsa yang besar, yang dibesarkan oleh pembesar yang berjiwa besar, sampai pada besaran dan pusaran negri ini. Darah, jiwa, air mata, harta, dan deraian keluhan menjadi korban hanya demi satu bangsa yaitu bangsa Indonesia. kibaran sang merah putih, melambangkan kemerdekaan bangsa yang tercinta ini. Berkibar dan terus berkibar hingga dunia ini akan pergi kembali ke asalnya. Semua ini adalah berkat tuhan yang maha esa, yang telah menghadiahkan kemerdekaan ini kepada kita.
Tapi mengapa semua ini harus dikhianati? Pertanyaan besar yang belum bias terjawab. Ibu pertiwi terus menangis dan menangis, hingga air matanya membanjiri seluruh yang ada di dalamnya. Pembesar bangsa ini berpesan “ ku titipkan negri ini untukmu “ (Soekarno). Sebuah titipan emas yang berada di atas pundak kita. Namun dimanakah kesadaran kita, kesadaran yang menjadi Sunnatullah, suatu cibtaan tuhan yang indah dan mulia tapi salah dimanfaatkan.
Negri yang telah dieksploitasi oleh para tikus – tikus berdasi yang berjiwa feodal yang telah menghilangkan jiwa idealis dan menghasilkan sifat pragmatis hingga memarjinalkan rakyatnya sendiri. Tikus – tikus ini telah mati rasa, rasa yang agung menjadi rasa yang murka, hingga rakyat menangis karena derita yang dialaminya, mereka terlunta – lunta hidupnya hingga harus tinggal di bawah atap langit, dan masih banyak penderitaan lain yang diderita oleh Rakyat di Negri ini.
Perwakilan Rakyat kita yang terhormat, yang berada dalam istana negri yang agung, bergemilangan harta dan keindahan duniawi, yang kesemuanya berasal dari hasil negri ini yang dikelola oleh petani, nelayan, buruh dan berbagai profesi lain yang dimiliki oleh rakyat dengan bercucuran keringat, hingga keringat itu membanjiri seluruh tubuhnya. Tak peduli terik mentari yang terus membakar tubuhnya. Mereka terus bekerja dan bekerja untuk membiayai negri yang telah candu dengan korupsi, kolusi dan nepotisme.
Bapak – bapak dan ibu – ibu pimpinan negri ini yang agung, yang seharusnya menjadi tempat sampah bagi rakyatnya. Kembali menjadikan dirinya menjadi raja. Raja yang tak pernah melirik dan merasakan penderitaan rakyatnya. Raja yang bersifat ego dan rakus akan kekuasaan dan harta yang gemilang di negri yang kaya raya ini.
Bangunlah dari tidur yang lelap wahai kaum pergerakan, keluarlah dari mimpi – mimpi yang indah, mimpi yang membuatmu terbuai dengan keindahannya. Lihatlah keluar sana, masih banyak rakyat yang memerlukan pergerakan kita, jangan sampai kita menjadi warga yang mengkhianati amanah yang telah ditipkan diatas pundak kita. Ingat bahwa berselingkuh sekaligus bersetubuh dengan para iblis – iblis berjas adalah pengkhianatan besar bagi bangsa dan Negara.
Berjuang dan bergerak demi pembesan membela yang hak dan menghancurkan yang bathil, hingga jantung kita tak berdetak. Jangan menjadi pecundang pergerakan, ulurkan tangan kirimu ke muka untuk menentang semua keputusan dan kebijakan yang bathil. Bergeraklah dan bergeraklah wahai diri – diri yang mengakui dirinya warga pergerakan, bergerak pada tataran yang dibenarkan oleh agama, logika dan tatanan kehidupan masyarakat.
Bangsa yang besar, yang dibesarkan oleh pembesar yang berjiwa besar, sampai pada besaran dan pusaran negri ini. Darah, jiwa, air mata, harta, dan deraian keluhan menjadi korban hanya demi satu bangsa yaitu bangsa Indonesia. kibaran sang merah putih, melambangkan kemerdekaan bangsa yang tercinta ini. Berkibar dan terus berkibar hingga dunia ini akan pergi kembali ke asalnya. Semua ini adalah berkat tuhan yang maha esa, yang telah menghadiahkan kemerdekaan ini kepada kita.
Tapi mengapa semua ini harus dikhianati? Pertanyaan besar yang belum bias terjawab. Ibu pertiwi terus menangis dan menangis, hingga air matanya membanjiri seluruh yang ada di dalamnya. Pembesar bangsa ini berpesan “ ku titipkan negri ini untukmu “ (Soekarno). Sebuah titipan emas yang berada di atas pundak kita. Namun dimanakah kesadaran kita, kesadaran yang menjadi Sunnatullah, suatu cibtaan tuhan yang indah dan mulia tapi salah dimanfaatkan.
Negri yang telah dieksploitasi oleh para tikus – tikus berdasi yang berjiwa feodal yang telah menghilangkan jiwa idealis dan menghasilkan sifat pragmatis hingga memarjinalkan rakyatnya sendiri. Tikus – tikus ini telah mati rasa, rasa yang agung menjadi rasa yang murka, hingga rakyat menangis karena derita yang dialaminya, mereka terlunta – lunta hidupnya hingga harus tinggal di bawah atap langit, dan masih banyak penderitaan lain yang diderita oleh Rakyat di Negri ini.
Perwakilan Rakyat kita yang terhormat, yang berada dalam istana negri yang agung, bergemilangan harta dan keindahan duniawi, yang kesemuanya berasal dari hasil negri ini yang dikelola oleh petani, nelayan, buruh dan berbagai profesi lain yang dimiliki oleh rakyat dengan bercucuran keringat, hingga keringat itu membanjiri seluruh tubuhnya. Tak peduli terik mentari yang terus membakar tubuhnya. Mereka terus bekerja dan bekerja untuk membiayai negri yang telah candu dengan korupsi, kolusi dan nepotisme.
Bapak – bapak dan ibu – ibu pimpinan negri ini yang agung, yang seharusnya menjadi tempat sampah bagi rakyatnya. Kembali menjadikan dirinya menjadi raja. Raja yang tak pernah melirik dan merasakan penderitaan rakyatnya. Raja yang bersifat ego dan rakus akan kekuasaan dan harta yang gemilang di negri yang kaya raya ini.
Bangunlah dari tidur yang lelap wahai kaum pergerakan, keluarlah dari mimpi – mimpi yang indah, mimpi yang membuatmu terbuai dengan keindahannya. Lihatlah keluar sana, masih banyak rakyat yang memerlukan pergerakan kita, jangan sampai kita menjadi warga yang mengkhianati amanah yang telah ditipkan diatas pundak kita. Ingat bahwa berselingkuh sekaligus bersetubuh dengan para iblis – iblis berjas adalah pengkhianatan besar bagi bangsa dan Negara.
Berjuang dan bergerak demi pembesan membela yang hak dan menghancurkan yang bathil, hingga jantung kita tak berdetak. Jangan menjadi pecundang pergerakan, ulurkan tangan kirimu ke muka untuk menentang semua keputusan dan kebijakan yang bathil. Bergeraklah dan bergeraklah wahai diri – diri yang mengakui dirinya warga pergerakan, bergerak pada tataran yang dibenarkan oleh agama, logika dan tatanan kehidupan masyarakat.